Sabtu, 15 Mei 2010

4 POKOK PEMBAGIAN DAN PENGERTIAN ADAT

4 POKOK PEMBAGIAN DAN PENGERTIAN ADAT

Oleh : Haristov Aszadha, S.H.



Adat adalah aturan, norma dan hukum, kebiasaan yang lazim dalam kehidupan suatu masyarakat. Adat ini dijadikan acuan untuk mengatur tata kehidupan suatu masyarakat dan mengikat, adapun Adat itu sendiri terbagi dalam 4 (empat) pokok bagian, yaitu :

1. Adat Yang Sebenarnya Adat
Adat Yang Sebenarnya Adat adalah aturan hukum yang mengatur kehidupan manusia yang berasal dari penciptanya. Hukum yang tidak dapat ditawar-tawar, memang demikian adanya aturan tersebut dari tuhan pencipta manusia. Adat Yang Sebenarnya Adat ini tertuang dalam suatu ajaran agama. Dalam ajaran Agama Islam hukum tersebut diatur dalam Al-Qur’an dan Hadits. Didalam Al-Qur’an maupun Hadits tersebut diatur mengenai hal-hal yang dilarang dan diperbolehkan, dengan ganjaran bahwa suatu perbuatan tersebut Haram atau dihalalkan dalam Agama Islam. Inilah Adat Yang Sebenarny Adat yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan pencipta manusia dan seluruh alam.
2. Adat Yang Teradat
Adat Yang Teradat adalah aturan hukum atau kebiasaan yang tercipta dengan sendirinya. Demikian halnya dengan sanksi dari Adat Yang Teradat tersebut terjadi dengan sendirinya. Sebagai contoh : Orang yang meminjam suatu barang kepada orang lain, maka hukumnya dia harus mengembalikan pinjaman tersebut kepada orang tempat dia meminjam, sanksi yang tercipta dari peristiwa tersebut apabila orang yang meminjam tidak mengembalikan adalah : orang yang meminjam tersebut tidak akan dipercaya lagi untuk meminjam sesuatu kepada orang lain.
3. Adat Yang Diadatkan
Adat Yang Diadatkan adalah norma-norma, hukum-hukum yang menjadi kebiasaan kemudian disepakati dalam suatu permufakatan untuk dijadikan acuan dalam mengatur kehidupan masyarakat disuatu wilayah atau suatu negara. Dalam kehidupan Masyarakat Adat Lampung biasanya tiap-tiap persekutuan adat memiliki Piagem maupun Keterem yang dijadikan acuan masyarakat adat tersebut didalam kehidupan bermasyarakat, inilah yang dimaksud dengan Adat Yang Diadatkan.
4. Adat Istiadat
Adat Istiadat adalah kebiasaan dalam suatu masyarakat yang kemudian menjadi norma yang terus menerus dan berkembang. Adat Istiadat ini tidak memiliki sanksi dan hukuman, namun hanya berupaan celaan dan lain sebagainya. Sebagai contoh : Kebiasaan pada zaman dahulu dalam Masyarakat Lampung apabila serombongan pria dan serombongan wanita berjalan dimalam hari menuju suatu tempat atau kampung, maka rombongan wanita akan berjalan terlebih dahulu didepannya baru disusul, sebab pantang bagi seorang pria datang dengan selamat kecuali rombongan wanita tersebut terlebih dahulu telah sampai dengan selamat, dengan kata lain hal ini merupan wujud pertanggungjawaban seorang pria. Dalam contoh yang lebih sederhana adalah kebiasaan seorang anak atau orang yang lebih muda mencium tangan seseorang yang lebih tua darinya, hal ini dimaksud sebagai wujud penghormatan dan sopan-santul dalam masyarakat timur ataupun upacara-upacara adat yang menjadi kebiasaan seperti : Cukuran dsb.

Demikian beberapa pengertian serta pembagian Adat yang kami tulis secara singkat, semoga dapat menjadi manfaat bagi saya maupun yang membacanya.

Sabtu, 08 Mei 2010

SISTEM KEPENYIMBANGAN


SISTEM KEPENYIMBANGAN
Oleh : Haristov Aszadha, S.H. (Pengiran Ninggau Mergo)
Kepenyimbangan adalah suatu sistem kekerabatan atau kelompok yang dipimpin oleh Seorang Penyimbang atau Penyimbang (kepala/pemimpin) dalam masyarakat adat Lampung Pepadun. Suatu Kepenyimbangan dapat terdiri dari satu kelompok masyarakat atau lebih tergantung dari tingkatan atau derajat Penyimbang tersebut. Yang dimaksud dengan Penyimbang adalah pemimpin/raja atau yang dituakan atau dihormati, namun demikian Penyimbang berbeda maknanya dengan kepemimpinan seorang raja dalam suatu kerajaan. Sebab seorang Penyimbang tidak memiliki otoritas wilayah, mengatur keuangan rakyatnya, mengambil pajak dsb. Didalam sistem masyarakat adat Lampung Pepadun tidak mengenal sistem kerajaan. Kepemimpinan seorang Penyimbang lebih cenderung mengatur kedalam lingkungan kekerabatannya.dimana seorang Penyimbang memiliki tanggungjawab yang besar untuk mengurusi kelompoknya.
KePenyimbangan terdiri dari beberapa tingkatan :
  1. Penyimbang Buay (Paksi sederajat)
Suatu sistem KePenyimbangan yang dipimpin oleh seorang Penyimbang Buay, Penyimbang Buay adalah seorang Penyimbang yang memimpin berdasarkan garis keturunan (Buay/jurai). Sebagai contoh Penyimbang Buay Turgak di Aneg/Tiyuh (Kampung) Labuhanratu.
  1. Penyimbang Suku (Penyimbang Aneg/Tiyuh)
Penyimbang Suku adalah pemimpin sebuah Suku/Bilik/Lebuh. Nama lain dari Penyimbang Suku adalah Penyimbang Asal. Didalam sebuah Bilik atau lebuh dapat terdiri dari beberapa kebumian yang dipimpin oleh Penyimbang Bumi. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa Penyimbang Suku adalah tempat dimana para Penyimbang Bumi berasal.
  1. Penyimbang Bumi
Penyimbang Bumi adalah seseorang yang memimpin satu atau lebih suatu kelompok keluarga/kerabat.
  1. Penyimbang Ratu/Puppang Penyambut (Pengganti)
  2. Penyimbang Ratin
  3. Penyimbang Raya
Didalam sebuah Kepenyimbangan seseorang memilki hejeng atau kedudukan, adapun susunan hejeng dalam sebuah Kepenyimbangan adalah :
  1. Hejeng Penyimbang
  2. Hejeng Pengetuho
  3. Hejeng Pengelaku
  4. Hejeng Tuho (putra mahkota)
  5. Hejeng Tunggeu - Wari Miyanak (kerabat)
Menurut hukum adat pepadun yang lazim digunakan apabila ada warga adat yang mampu, ia mempunyai hak untuk mendirikan kepenyimbangan, dalam hal ini ada 2 cara yang lazim digunakan :
  1. Nyetih Pepadun
Seseorang yang memisahkan diri dari Penyimbang asalnya untuk mendirikan kePenyimbangan sendiri, hal ini hanya dapat dilakukan apabila ia mendapatkan izin dari Penyimbang asalnya.
  1. Negak Bumei
Negak bumi biasanya digunakan seseorang untuk mendirikan kePenyimbangan sendiri namun tidak mendapatkan izin dari Penyimbangnya atau karena adanya perselisihan keluarga atau terjadi perselisihan dengan Penyimbangnya. Negak Bumei hanya bisa dilaksanakan apabila telah disetujui oleh Wari Miyanak Batin Semergo. Dengan syarat harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan menurut hukum adat atas dasar piagam menurut sepanjang adat yang belaku. (A.Sanoesi Pengiran Puseran Agung : 1975).
Selain dari kedua cara tersebut diatas seseorang dapat menjadi seseorang Penyimbang dengan cara antara lain :
  1. Limban Penganggeu
Seseorang yang Cakak Pepadun / Cakak Di uleu Pepadun (naik Tahta) oleh karena mewarisi kedudukan kakek atau orang tuanya sebagai seorang Penyimbang. Yang mewarisi KePenyimbangan adalah anak tertua laki-laki dari Penyimbang tersebut.
  1. Ngeretepken dan Mupekkei Pepadun
Seseorang yang terlebih dahulu memantapkan kedudukan bapak/kakek/buyutnya sebagai Penyimbang yang sebelumnya adalah seorang Penyimbang Paccang, kemudian ia cakak di uleu pepadun (naik tahta) tersebut menggantikan kedudukan orang tua atau kakeknya tersebut sebagai seorang Penyimbang.
  1. Tegak Tegei
Apabila seorang Penyimbang tidak memiliki anak keturunan laki-laki dan saudara laki-laki (mupus), maka Penyimbang tersebut mengangkat anak menantunya (suami dari anak perempuannya) untuk menggantikan kedudukannya sebagai Penyimbang.
  1. Silih Simbat
  2. Micek
Kedudukan seorang Penyimbang tidak dapat hanya dimaknai sebagai suatu kedudukan seseorang dalam suatu masyarakat, tetapi kedudukan Penyimbang merupakan keluhuran, kewibawaan, pertanggungjawaban dan panutan. Seorang Penyimbang harus memilki perbuatan yang baik dan patut dicontoh oleh kaum kerabatnya sehingga ia patut menjadi “Tutuken” (panutan) bagi kerabatnya, bertanggungjawab dan memahami keadaan kaum kerabatnya. Beberapa perbuatan yang harus dimiliki oleh seorang Penyimbang sebagaimana yang kami kutip dan terjemahkan dari Kitab Kuntara Raja Niti adalah :
    1. Memiliki Keteguhan dalam berpendirian serta sabar
    2. Santun dalam berbicara, sopan dalam perbuatan (wawai budi bahaso) dan murah senyum atau menunjukkan wajah yang cerah (Wewah pudak).
    3. Hati-hati dalam berbicara dan tidak boros
    4. berdiri paling depan jika terdapat suatu masalah.